Selamat datang. Selamat belajar, selamat berprestasi. Semoga sukses

Galeri Video

Powered by: Youtube

Kliping Pendidikan

Kliping Berita PNS

Otomotif

wawasan Islam

Kesehatan

loading...
loading...


Hari valentine atau Valentine Day agaknya tidak asing lagi di kalangan remaja. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menunggu-nunggu kedatangannya. Bagi mereka, Valentine Day adalah momentum mencurahkan kasih sayang kepada orang yang dicintai. Jutaan orang bertukar kartu cinta, kado spesial, hingga pesan cinta sebagai simbol perayaan Valentine yang diyakini jatuh pada tanggal 14 Februari tersebut. Adanya publikasi di media terutama televisi yang mengumbar peringatan Valentine membuat hari itu menjadi seakan spesial. Namun, di negara kita, peringatan Valentine mengundang kontroversi.

Kenyataannya, peringatan hari kasih sayang atau Valentine lebih dekat dengan pergaulan bebas serta melonjaknya penjualan alat kontrasepsi. Bahkan di beberapa daerah beredar, coklat yang berhadiah alat kontrasepsi. Momen hari valentine lebih sering dijadikan momentum menyampaikan rasa cinta dan kasih sayang kepada pasangan lawan jenisnya, atau lebih dikenal dengan istilah “pacaran”. Biasanya, para remaja akan memberikan hadiah kepada kekasihnya dengan mengucapkan “Be My Valentine”, Jadilah valentinku. Kemudian pemberian hadiah itu bisa berbentuk bunga mawar, cokelat, atau benda lain yang disukai pasangannya yang biasanya dihiasi warna pink atau ungu.
Tidak jarang hadiah yang diberikan sudah melebihi batas norma berupa pegangan tangan, membelai rambut, ciuman, sampai kepada berpelukan yang mereka anggap sebagai wujud dari kasih sayang (Sumber: Blog Getas).

Biasanya, perayaan "Valentine's Day" selalu dengan hura-hura dan bersenang-senang antara laki-laki dan wanita. Mereka saling kasih sayang dengan berlainan jenis, sehingga mengundang pergaulan seks bebas. Selain itu juga merayakan kasih sayang dengan pesta minum-minuman. Hari Valentine tidak ada urgensinya. Ini hanya hari biasa. Daripada merayakan Hari Valentine dengan memboroskan dana untuk membeli barang-barang yang tidak penting. Lagi pula, kasih sayang kepada keluarga harus ditunjukkan setiap hari, bukan hanya setahun sekali. Kasih sayang juga tidak berkonotasi dengan hubungan seksual (Sumber).

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Maria Advianti, menyesalkan Valentine yang kini justru menjadi sebuah waktu bagi sejumlah produsen dalam memasarkan produknya, seperti cokelat dan kondom. Penelusuran dari lembaga perlindungan anak itu menemukan sejumlah produk promosi pembelian dua batang cokelat berhadiah kondom di sejumlah swalayan, terutama di Jakarta. Ini bisa terjadi karena produsen yang ingin produknya agar laku. Penemuan paket cokelat dan kondom tersebut seperti pengulangan tahun lalu meski memiliki kemasan yang berbeda (Sumber: Republika). Jadi, valentine adalah momen untuk ramai-ramai berbuat mesum oleh pasangan yang belum menikah.

Maria mengatakan anak mudah galau jika tidak ikut merayakan Hari Valentine yang kerap dirayakan anak usia sekolah setiap 14 Februari. Kalau tidak dapat cokelat seperti menandakan tidak punya pacar atau disebut jomblo. Atau terjadi juga anak menjadi tidak percaya diri karena tidak menjadi bagian dari hari Valentine. Tidak mengherankan, kemudian muncullah gerakan anti valentine termasuk dari para kepala daerah seperti Surabaya, Padang, Makassar, Mataram, dan kepala-kepala daerah lainnya (Republika).

Larangan peringatan Valentine ini menyadarkan kita semua, terutama generasi muda, untuk kritis dan tidak larut dengan semua yang datang dari Barat. Valentine day belum tentu sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai luhur bangsa kita yang tidak mengenal istilah pergaulan bebas. Mereka yang beragama tertentu juga memiliki hak memperingati hari Valentine sebagai salah satu orang suci dalam ajaran agama mereka. Yang menjadi masalah adalah tindakan dan propaganda melanggar norma hukum, agama, dan sosial dalam momentum perayaan itu, misalnya pesan-pesan yang mengarah seks bebas terkait perayaan Valentine. Mungkin bukan semangat kasih sayang seperti itu yang dihayati dalam perayaan Valentine, seperti petasan di akhir Ramadhan, seperti itu pula 'penumpang gelap' membonceng peringatan hal-hal baik lalu menodainya.

Sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, pergaulan antara muda-mudi atau antara lelaki dan perempuan mempunyai batas dan aturannya yang sanagat berbeda dengan di negara barat. Karena itu, kehadiran imbauan dan larangan yang dikeluarkan para kepala daerah itu menyiratkan pesan bahwa kita warga bangsa, mempertegas dan memperjelas identitas sebagai bangsa yang memiliki falsafah Pancasila.
Seluruh elemen masyarakat dan seluruh warga bangsa hendaknya mendukung langkah para kepala daerah ini, bahkan seluruh anggota masyarakat juga ikut mengawasi dan berkontribusi positif bagi tegak dan berjalannya keputusan para kepala daerah itu. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, maka dapat mewujudkan Indonesia menjadi negeri yang maju dan bermartabat, yang rakyatnya memiliki akhlak dan moral yang mulia. Semoga perbedaan agama membuat kita semakin dekat dengan akidah agama kita masing-masing. Bahwa agama-agama yang dilaksanakan secara kaffah oleh setiap pemeluknya bisa membawa keselamatan seluruh umat manusia di dunia. Terakhir, agar tidak ada kesalahpahaman dengan saudara pemeluk agama lain, larangan untuk tidak merayakan hari Valentine adalah terbatas untuk para muslim saja. Mereka tidak merayakan, namun tidak menentang bagi pemeluk agama lain untuk merayakannya.

Tahukah Anda dari mana Hari Valentine berasal?

Hari yang dirayakan sebagai simbol kasih sayang ini bermula dari Festival Lupercalia yang berlangsung di jaman kerajaan Romawi, sekitar abad ke-3. Festival yang berlangsung setiap 13-18 Februari ini diawali dengan persembahan untuk dewi cinta Juno Februata.

Tepat pada 14 Februari, para pemuda akan mengundi nama-nama gadis dari dalam kotak kaca. Gadis yang terpilih akan menjadi pasangannya selama setahun untuk kesenangan dan objek hiburan.
Sehari kemudian, mereka akan meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan makhluk jahat. Saat itu, para pemuda akan melecut para gadis dengan kulit binatang. Mereka percaya lecutan itu akan meningkatkan kesuburan para gadis.

Festival itu tak jarang membuat banyak pasangan saling jatuh cinta, berpacaran, dan akhirnya menikah. Dalam perkembangannya, penguasa dan para tokoh agama setempat mengadopsi upacara ini dengan nuansa Kristiani seiring masuknya Kristen Katolik sebagai agama kerajaan.
Saat Romawi terlibat peperangan, efek festival itu membuat Kaisar Claudius II, yang berkuasa saat itu, kesulitan merekrut pemuda untuk memperkuat pasukan perangnya. Banyak pemuda yang berat meninggalkan keluarga dan kekasihnya.

Atas kondisi itu, Claudius II akhirnya memerintahkan untuk membatalkan semua pernikahan dan pertunangan di Romawi. Kebijakan ini rupanya mendapat pertentangan dari salah satu pastor setempat bernama Valentine.
Konon, Claudius II pun murka melihat Valentine diam-diam tetap menikahkan pasangan yang jatuh cinta. Sang kaisar segera memerintahkan pengawal kerajaan untuk menangkap Valentine dan memenggalnya. Valentine meninggal tepat 14 Februari tahun 270 Masehi.

Demi mengenang perjuangan Santo Valentine, tokoh agama mengganti nama festival Lupercalia dengan festival Valentine. Dalam perkembangannya, 14 Februari menjadi momentum sakral bagi para pria untuk memilih gadis yang hendak dijadikan pasangan hidupnya.

Sumber: VIVAnews


loading...
Bagikan artikel ini:
Suka artikel ini?
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

Top