loading...
loading...
Misteri Penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Oleh Kelompok Bersenjata--
Pada Sabtu, 23 Maret terjadi insiden penembakan di Lapas Cebongan terhadap empat tersangka kasus pembunuhan anggota TNI AD dari Kesatuan Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Sersan Satu Heru Santoso, 31, di “Hugo`s Cafe” Maguwoharjo. Sebagaimana diketahui, pada tanggal 19 Maret 2013 terjadi kasus kekerasan yang mengakibatkan anggota TNI Sertu Santosa luka tusuk dan akhirnya meninggal dunia.Mereka yang tewas akibat insiden penyerangan itu adalah Angel Sahetapi alias Deki, 31, Adrianus Candra Galaga alias Dedi, 33, Gameliel Yermiayanto Rohi alias Adi, 29, dan Yohanes Yuan, 38.
Keempatnya diduga melakukan pengeroyokan terhadap anggota Kopassus, Sersan Satu Santoso (31) di Hugo's Cafe Maguwoharjo hingga tewas.
POLRI SUDAH KANTONGI CIRI-CIRI PELAKU
Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah mengantongi ciri-ciri para pelaku bersenjata laras panjang dan bertopeng dalam penyerangan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3).
“Jelas kita sudah punya info itu dari keterangan saksi, cuma kita belum bisa sampaikan kepada publik karena akan digunakan lagi untuk penyelidikan. Itu bagian dari pendalaman penyelidikan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Rabu.
Boy membenarkan bahwa pelaku penyerangan di Lapas mengunakan bahasa daerah tertentu, karena lokasi kejadiannya berlangsung di Pulau Jawa.
“Ya ada, tapi itu bagian dari penyelidikan. Artinya apakah dialek, perawakan, ciri-ciri, alat-alat apa yang dipakai pasti digali disitu, itu namanya proses olah tempat kejadian perkara (TKP),” kata Boy.
Aksi yang dilakukan 17 orang bertopeng sudah terencana rapi. “Dibilang terencana iya betul. Ini direncanakan dengan baik,” ucap Boy.
Sebab, katanya, para pelaku melakukan aksi mereka hanya dalam waktu singkat, kurang lebih 15 menit, tuturnya.
KESAKSIAN KALAPAS SLEMAN
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sleman, Sukamto Harto menyatakan sebelum melakukan aksinya para pelaku pembantaian empat tahanan itu sempat menunjukkan surat berkop dari kepolisian.
Mereka datang dengan personel sebanyak 15 orang lebih. Beberapa di antaranya menggunakan cadar dan bermaksud mengambil empat tahanan yang dititipkan Polda DIY.
“Dia datang sambil menunjukkan surat sepertinya resmi karena ada kop dari kepolisian. Katanya mau meminjam tahanan,” kata Sukamto, kepada wartawan, Sabtu (23/3/2013).
Karena dinilai janggal, lanjut dia, penjaga Lapas kemudian menelepon dirinya.
“Baru saya bilang halo dan berbincang beberapa detik kemudian terputus. Itu sekitar pukul 01.00 dinihari,” ungkapnya.
Menurutnya, upaya anak buahnya untuk menghubungi dirinya itu bertujuan untuk mengklarifikasi kebenaran surat dan perintah meminjamkan tahanan. Karena janggal, kata dia, para sipir pun mencoba menolak untuk menunjukkan empat tahanan tersebut.
Saat itulah kata dia, anak buahnya pun ikut disiksa oleh para pembantai tersebut.
“Kita sudah mengulur waktu agar tidak menunjukkan lokasi empat tahanan itu tetapi anak buah saya diseret dan dipukul,” bebernya.
KALIBER SENJATA BUKAN STANDAR TNI
Badan Intelejen Negara menyatakan kaliber senjata yang digunakan dalam serangan ke Lapas Cebongan, Sleman bukan standar TNI.
Kepala BIN Marciano mengatakan senjata yang digunakan dalam serangan yang menewaskan 4 tahanan tersebut berkaliber 7,62 milimeter. Kaliber tersebut, jelasnya, sudah tidak digunakan dalam standar persenjataan TNI.
“Kan kemarin sudah dikatakan itu adalah kaliber 7,62. Kita cek, setahu saya itu sudah bukan standar TNI lagi,” katanya di Istana Merdeka, Senin (25/3).
Dia mengatakan saat ini BIN mendukung penuh dan menunggu hasil penyelidikan kepolisian mengenai peristiwa tersebut. BIN juga menolak wacana mengenai keterlibatan anggota TNI sebelum ada hasil penyelidikan.
“Kalau menduga kan bisa saja tetapi itu harus dibuktikan melalui suatu proses yang dilakukan oleh pihak terkait. Kita pada prinsipnya mendukung kepolisian untuk melakukan proses itu,” kata Marciano.
PERNYATAAN WIRANTO
Jenderal (purn) Wiranto sesumbar mampu mengungkap tragedi pembantaian sekelompok orang bersenjata di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan Sleman dalam waktu satu hari, bergantung pada adanya kemauan atau tidak dari seluruh pihak untuk mengungkap kasus tersebut.
“Serahkan kepada saya, satu hari [tragedi pembantaian LP Cebongan] saya bongkar. Ini bukan soal kesulitan, masalah keamuan, mau atau tidak,” ujarnya saat acara Kuliah Umum Kandidat Preside 2014 Oleh Wiranto, yang diselenggarakan oleh Soegeng Sarjadi Sydicate, Rabu (27/3/2013).
Dia menuturkan terkadang di negeri ini sesuatu hal yang mudah dipersulit untuk memperoleh keuntungan sekelompok tertentu.
Ketum Partai Hanura itu menegaskan diperlukan kejujuran pemimpin dalam menangani persoalan LP Cebongan tersebut. “Bukan masalah malu atau tidak, takut atau tidak takut, yang salah harus dihukum, tidak boleh dilindungi.”
Menurutnya, kejujuran seorang pimpinan diperlukan dalam proses pemeriksaan internal lembaga masing-masing yang terkait dalam tragedi pembantaian yang menewaskan empat orang tahanan pada 22 Maret 2013.
Saat ditanya, siapa sekelompok orang yang melakukan penyerangan itu, Wiranto enggan menduga-duga. “Saya tidak menyelidiki. Masing-masing instansi harus melakukan penyelidikan ke dalam.”
Dia menambahkan para pimpinan instansi yang bersenjata harus instropeksi diri.
loading...