loading...
loading...
Mulai 1 Januari 2015, harga BBM bersubsidi yang sebelumnya sempat dinaikkan pemerintah, turun kembali. Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium mengalami penurunan dari Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 per liternya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan satu-satunya presiden yang menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi setelah keputusan menaikkan harganya.
Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby, Minggu (11/3/2012) menjelaskan, penurunan harga BBM ketika itu dijadikan alat untuk meraih simpati publik. Penurunan harga itu, kata dia, diklaim Partai Demokrat sebagai keberhasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penurunan dua kali harga BBM ditambah program bantuan langsung tunai pada tahun 2008 dan 2009 membuat Partai Demokrat menanjak dari papan tengah di Pemilu 2004 menjadi pemenang Pemilu 2009.
Kemarin, Rabu (31/12/2014) para menteri Kabinet Kerja menyampaikan pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi jenis premium, dan memberikan subsidi tetap Rp 1.000 per liter untuk jenis solar. Lantas, apa beda penurunan premium era SBY dan Jokowi?
Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengungkapkan, sebetulnya Jokowi tidak menurunkan harga BBM bersubsidi, karena memang sudah tidak ada subsidi. Premium tidak perlu lagi mendapatkan subsidi sebab harga minyak dunia sangat rendah.
“Waktu SBY, harga premium itu turun tapi pemerintah masih memberikan subsidi. Era Jokowi ini saya lebih melihatnya, ini diturunkan karena faktanya harga belinya sendiri lebih rendah dari harga jual. Kalau pemerintah tidak menurunkan harga premium, pemerintah malah ambil keuntungan. Kondisi objektif inilah yang membuat dia (Jokowi) harus menurunkan,” jelas Marwan, dihubungi Kompas.com, Rabu petang.
Marwan mengatakan, jika dengan menurunkan harga BBM bersubsidi Jokowi memperoleh simpati dari masyarakat, maka hal itu merupakan bonus di tengah merosotnya harga minyak dunia. “Kalau masalah citra politis, itu bonus. Tapi secara faktual dia harus menurunkan,” imbuhnya.
Marwan juga tidak melihat adanya desain pemerintah sengaja menaikkan harga BBM bersubsidi setelah pelantikan Jokowi, untuk kemudian menurunkannya lagi sebagai “kado tahun baru”. Waktu itu, pemerintah memang harus menaikkan harga BBM bersubsidi lantaran subsidinya sudah terlalu besar. Pemerintah pun memiliki sejumlah agenda pembangunan yang memerlukan keleluasaan ruang fiskal.
“Salahnya, waktu itu pemerintah tidak melihat trend bahwa harga minyak dunia akan melorot di akhir tahun. Padahal sudah ada banyak kajian dari berbagai lembaga keuangan global pada Apri;-Mei. Kalau pemerintah melihat itu, mungkin saja pemerintah tidak perlu menaikkan (pada November ),” pungkas Marwan.
Pertamax
PT Pertamina (Persero) akan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax pada awal 2015. Hal ini dilakukan, agar selisih harga antara Premium dan Pertamax tidak terlalu jauh.
"Kemungkinan harga Pertamax jadi Rp 8.750 per liter. Ini nanti, mulai 2 atau 3 Januari 2015," kata Direktur Pemasaran PT Pertamina, Ahmad Bambang, di kantornya, Jakarta, Rabu (31/12/2014).
Dengan mendekati harga Premium, dinilai Ahmad, konsumsi masyarakat terhadap Pertamax ke depan tidak terlalu jauh perbedaannya. Tercatat, harga Pertamax saat ini di level Rp 9.950 per liter.
"Ada pergesaran besar, kejadian akhir tahun harga Pertamax ke Premium semakin dekat terjadi peralihan ke Pertamax, kenaikannya di atas 300 persen," tuturnya.
Sumber: Kompas
loading...