Wajah Chiara Natasha yang terus muram, bertambah sedih saat melihat kedatangan peti mati jenazah ibu dan kakaknya. Mata sayu gadis 15 tahun itu terus saja memandangi dua peti mati putih di depannya. Chiara adalah satu-satunya keluarga dari Hermanto Tanus yang masih ada. Ayah, ibu, kakak, dan adiknya turut menjadi korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501. Saat itu keluarganya hendak menjemputnya di Singapura. Chiara memang bersekolah di Singapura.
Rabu (7/1/2015), dua keluarganya telah berhasil diidentifikasi yakni ibunya, Indah Juliansih (41) dan kakaknya, Nico Giovani (17) (sementara adiknya, Justin Giovani (14), teridentifikasi pada hari Sabtu, 10 Januari). Sedangkan jenazah ayahnya, Hermanto Tanus, entah belum ditemukan atau belum teridentifikasi.
Peti mati yang membawa jenazah Indah dan Nico disemayamkan di Adi Jasa ruang VIP B. Jenazah mereka disandingkan di dalam satu ruangan. Saat jenazah datang, tidak banyak keluarga yang datang. Chiara sendiri lebih banyak tepekur dan terus memandangi peti mati keluarganya.
Sempat Menunggu di Bandara Singapura pada hari kejadian
Chiara Natasya Tanus (15) tidak menyangka keluarganya akan menjadi korban pesawat AirAsia QZ8501, Minggu (28/12/2014) lalu. Padahal, dia sempat menunggu kedatangan keluarganya di Bandara Changi, Singapura, pada hari itu.
Sekarang Chiara menjadi yatim piatu. Kedua orangtuanya, Hermanto Tanus (40) dan Liangsih Indahju (38), ikut menjadi korban pesawat tujuan Singapura tersebut. Begitu pula dua saudaranya, Geovani Nico (17) dan Geovani Justin (9).
Kakak Hermanto Tanus, Linda Patricia Tanus, menyebutkan, tujuan Hermanto dan keluarganya ke Singapura untuk menjenguk Chiara dan menikmati liburan Natal. Rencananya, keluarga ini akan kembali ke Indonesia pada Jumat (2/1/2015).
Chiara sendiri sekolah di Methodist Girls School (MGS). Sebelum berangkat ke Singapura, Hermanto sudah menghubungi Chiara.
"Chiara menunggu di Bandara Changi sejak Minggu pagi," kata Linda kepada Surya Online, Senin (31/12/2014).
Selama berada di Bandara Changi, Chiara tidak mendapat informasi apa pun. Chiara tetap berada di bandara setelah jadwal kedatangan pesawat AirAsia QZ8501 berlalu. Dia tidak mendengar informasi apa pun, termasuk pesawat AirAsia yang putus komunikasi di atas perairan Pangkalan Bun. Setelah beberapa lama menunggu, Chiara kembali ke asramanya.
Chiara tetap tidak mengetahui bila keluarganya gagal sampai Singapura. Dia baru mengetahui setelah diberi tahu keluarga lain bahwa orangtuanya tidak bisa ke Singapura.
"Kami tidak memberi tahu soal insiden pesawat itu. Dia mengetahui sendiri dari internet dan televisi," ucap Linda.
Linda menyebutkan, setelah pesawat AirAsia putus komunikasi, keluarga mendekati Presiden Direktur AirAsia Sunu Widiatmoko. Keluarga mengungkapkan bahwa ada satu anak Hermanto yang masih berada di Singapura.
"Saya katakan, bila AirAsia peduli pada keluarga korban, tolong bawa Chiara pulang. Akhirnya Chiara bisa pulang," ujar Linda.
Sumber: Kompas, Detik