loading...
loading...
Pemerintah Tak Akui Kongres PSSI dan KPSI, FIFA No Comment--
Pemerintah melalui plt Menpora Agung Laksono menyatakan tidak mengakui hasil kongres PSSI di Palangkaraya maupun kongres KPSI di Jakarta. Dalam keterangan pers di Kemenpora, Senin (10/12) siang, Agung menegaskan bahwa kedua belah tidak menjalankan kesepakatan yang tercantum dalam MoU di Kuala Lumpur."Pemerintah mengharapkan satu kongres sesuai dengan semangat MoU Kuala Lumpur agar terhindar dari sanksi FIFA. Itu sebabnya kami tidak memberikan rekomendasi untuk kongres di Palangkaraya dan Jakarta," kata Agung.
Ia menyatakan pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap keputusan yang dihasilkan kedua kongres itu. Pemerintah, kata Agung, menyerahkan sepenuhnya kepada FIFA keputusan yang mungkin timbul dari digelarnya dua kongres itu.
"Yang pasti kami tak mengharapkan sanksi banned dari FIFA," ujar Agung.
Ia tidak mau mengomentari tentang kongres PSSI di Palangkaraya yang berlangsung di lobi hotel Aquarius akibat tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian. Kemenpora, menurut Agung, hanya menerbitkan rekomendasi.
"Izin keamanan itu urusan instansi lain," kata dia.
Deputi IV Kemenpora Djoko Pekik mengatakan, pemerintah tak memberikan rekomendasi kepada PSSI karena tidak melakukan verifikasi voters seperti yang tercantum dalam MoU. Padahal verifikasi ini sudah diingatkan mantan Menpora Andi Mallarangeng serta Agung.
"Kami minta tenggat waktu sampai pukul 11 pagi kemarin (Ahad) supaya PSSI melakukan verifikasi voters tapi PSSI tidak juga melakukannya. Hanya itu saja sebenarnya alasan mengapa pemerintah tak memberikan rekomendasi," ujar Djoko.
Sebelumnya, Kemenpora menerbitkan surat bertanggal 7 Desember yang memberikan rekomendasi penyelenggaraan kongres hanya kepada PSSI. Namun di dalam isi surat tersebut, dijelaskan bahwa PSSI mesti mengikuti kesepakatan yang telah dibuat dengan KPSI di hadapan petinggi AFC di Kuala Lumpur. Salah satunya verifikasi voters. Surat itu ditandatangani oleh Agung.
Sementara itu, perwakilan Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) dan Federasi Sepakbola Asia (AFC) menghadiri Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Palangkaraya, Senin (10/12). FIFA diwakili Marco Leal (Bagian Legal) dan Jeysing Muthiah (Asisten Perkembangan FIFA). Sedangkan AFC diwakili James Kitching sebagai Bidang Penyelesaian Konflik.
Segala keputusan kongres PSSI mengenai penyatuan liga, penegakkan statuta fifa, dan pengembalian empat Eksekutif Komite (Exco) telah dikantongi FIFA dan AFC. Selanjutnya, hasil kongres ini akan dibahas lebih lanjut pada rapat Exco FIFA di Tokyo, Jepang, Jumat (14/12).
Meski begitu Jeysing Muthiah enggan berkomentar apapun mengenai hasil rapat. Ia mengatakan, mereka datang hanya sebagai peninjau dan tidak diperkenankan untuk berkomentar apapun.
"Maaf kami tidak boleh berkomentar. Kami datang hanya untuk mengawasi," singkat Jeysing usai menghadiri kongres di salah satu hotel di Palangkaraya, Senin (10/12).
Jeysing beserta dua rekannya sudah datang sejak pukul sembilan pagi WIT. Mengenakan setelan formal, ketiganya terlihat santai untuk menyaksikan jalannya kongres.
Kongres PSSI di Palangkaraya ini memang menemui kendala karena tidak keluarnya izin dari Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah menyusul tidak adanya rekomendasi dari pejabat sementara Menpora Agung Laksono.
Polda Kalteng mengunci ruangan rapat hotel di lantai 2 yang sedianya digunakan untuk kongres. Akibat kondisi itu, kongres harus tertunda selama satu setengah jam dan baru selesai pukul 11 siang.
Kongres pun akhirnya digelar di lobi hotel. 97 voter yang hadir sempat berhamburan di dalam dan luar hotel sebelum akhirnya kongres dimulai pada pukul setengah sebelas siang.
Di tengah-tengah kondisi ini, perwakilan FIFA dan AFC terlihat mengabadikan momen-momen dimana para peserta kongres sedang berduduk-duduk ria di lobi hotel sambil menunggu kepastian pelaksanaan acara. FIFA juga tak ketinggalan merekam para peserta saat menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum kongres dimulai.
Usai acara, para peserta kongres mencoba mengambil kesempatan untuk meminta foto bersama dengan Jeysing, yang kebetulan masih berada di lobi setelah kongres selesai digelar.
Jeysing bersama para peserta pun sempat menyaksikan secara bersama pemberitaan media di televisi yang kebanyakan mengambil tema 'Kisruh PSSI'. Maklum, pada hari yang sama, Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) juga menggelar kongres di Jakarta.
Melihat pemberitaan tersebut, Jeysing tidak mengeluarkan mimik berarti. Pria sedikit bisa berbahasa Indonesia ini hanya melemparkan senyum, ketika sebuah media televisi menyiarkan pemberitaan pelaksanaan kongres KPSI di Jakarta.
Sekjen PSSI, Halim Mahfudz mengklaim, FIFA dan AFC menyambut positif hasil kongres. Namun ia tidak mau berandai-andai mengenai keputusan FIFA untuk menjatuhkan sanksi.
"Yang jelas, FIFA dan AFC sudah melihat secara langsung bagaimana sulitnya kita melaksanakan kongres. Mengenai keputusan sanksi saya tidak bisa menjawab apa-apa. Itu hak mereka," ujar Halim.
HASIL KONGRES KPSI
Kongres Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang diselenggarakan di Ballroom Hotel Sultan, Jakarta, Senin (10/12) akhirnya resmi ditutup. Kongres ini menghasilkan beberapa keputusan.
Pertama, untuk revisi statuta dari pengajuan enam pasal, kongres yang sudah mendapat restu dari Joint Commitee (JC), PSSI sudah merevisi enam pasal.
Enam pasal dalam Statuta PSSI yang direvisi adalah pasal 23 ayat 1 (a), pasal 30 ayat 1, pasal 31 ayat 2, pasal 65, 66, dan 69. Sementara ada satu pasal tidak jadi direvisi yakni pasal 35 terkait susunan Exco PSSI.
Kedua, untuk penyelesaian dualisme kompetisi diselesaikan melalui usulan pembentukan liga baru yang kick offnya pada 2015. Exco PSSI akan menjalankan periode transisi termasuk membentuk task force league.
Ketiga, untuk pengesahan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) 18 Maret 2012 di Jakarta yang memilih La Nyalla sebagai ketua umum baru PSSI, kongres memutuskan menunjuk empat anggota Exco PSSI. Empat Exco PSSI itu telah diputihkan sanksi pemecatannya oleh Komite Etik PSSI sesuai amanat MoU PSSI. Mereka adalah La Nyalla, Tonny Aprilani, Erwin Dwi Budiawan, dan Roberto Rouw. Mereka akan merekomendasikan hasil KLB 18 Maret 2012 di Ancol, Jakarta kepada FIFA guna disahkan.
Keempat, kongres juga memutuskan kepengurusan PSSI pimpinan La Nyalla hasil KLB 18 Maret 2012 di Ancol, Jakarta akan mengambil alih tanggung jawab hukum dan finansial PSSI Djohar Arifin Husin. Hal ini didasarkan karena Djohar sudah tidak lagi diakui para anggota PSSI, khususnya para voters.
Kelima, kepengurusan PSSI La Nyalla akan segera menjalankan roda organisasi PSSI dan berkantor di kantor PSSI pintu X dan XI Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta. ''Namun, semua bakal kami lakukan dengan baik-baik,''kata La Nyalla.
Di luar agenda yang telah ditentukan, kongres yang diikuti 83 dari 101 voter KLB 9 Juli 2011 di Solo itu memberi target kepada kepengurusan PSSI La Nyalla memperbaiki peringkat Indonesia di FIFA. Targetnya, Indonesia bisa kembali ke posisi 129.
PEMERINTAH SIAPKAN ANTISIPASI AGAR FIFA TAK JATUHKAN SANKSI
Terkait tidak dijalankannya amanat dalam menggelar kongres sesuai nota kesepahaman Kuala Lumput 2012, Pemerintah saat ini tengah menyiapkan serangkaian strategi dalam hal ini kebijakan guna mengantisipasi sanksi yang bakal diberikan FIFA kepada Indonesia.
"Kami sudah berusaha mencegah sanksi terhadap sepak bola Indonesia. Kalau itu benar terjadi kami akan mempersiapkan diri dengan membahas sejumlah kebijakan," kata pejabat sementara Menteri Pemuda dan Olahraga Agung Laksono di kantornya, Jakarta, Senin (10/12).
Kebijakan yang dimaksudkan pemerintah belum dapat disampaikan karena masih dalam tahap pembahasan. Kepastian sanksi kepada Indonesia akan diputuskan FIFA yang akan menggelar pertemuan 14 Desember 2012 di Tokyo.
"Pemerintah berharap tidak ada sanksi untuk Indonesia. Kami sudah mengupayakan kongres diikuti oleh peserta berdasar MoU Kuala Lumpur tapi kenyataannya tidak seperti itu. Dua kubu (PSSI dan KPSI) tetap bersikukuh dengan keputusan menggelar kongres versi mereka masing-masing," bebernya.
Dikumpulkan dari Republika
loading...