loading...
loading...
Kegagalan Elie Aiboy dan kawan-kawan menjadi sinyal kuat bagi sepak bola Indonesia untuk segera mengakhiri dualisme kompetisi. Sebagaimana diketahui, Timnas yang bermaterikan pemain debutan dari IPL (kecuali Bepe, dari ISL), kemarin malam dikalahkan Malaysia 0-2, justru di saat Timnas hanya butuh seri untuk lolos dari Grup B ke babak empat besar. Tim Garuda kalah bersaing dengan tuan rumah Malaysia dan Singapura. Bertanding tiga kali, timnas hanya mampu meraih poin 4, setelah menahan imbang Laos 2-2, mengalahkan Singapura 1-0, serta kalah dari Malaysia 0-2.
Banyak yang menyebut tim nasional Indonesia tidak pernah belajar dari pengalaman-pengalaman buruk di masa lalu.
Skuat yang dibawa Nil Maizar ke Piala AFF 2012 dituding kurang kompeten. Absennya pemain-pemain bintang yang mayoritas bermain di Liga Super Indonesia di bawah naungan KPSI memperkuat anggapan tersebut.
Patut disayangkan memang, pilihan pemain Nil terbatas. Dia bahkan hanya membawa dua kiper lantaran salah seorang lagi, Syamsidar, tidak diizinkan klub. Kelak, hal ini sempat membuat pusing ketika Endra Prasetya dikartu merah kala melawan Laos. Imbasnya, Cornelis Geddy pun didapuk jadi kiper cadangan dalam laga melawan Singapura.
Seorang pemain memang tidak bisa bermain untuk tim nasional jika tidak mendapatkan izin dari klubnya. Kecuali, laga internasional itu berada dalam agenda FIFA. Sialnya, Piala AFF bukan.
TANGGAPAN AGUM GUMELAR (MANTAN KETUA PSSI)
Agum Gumelar yang mantan Ketua PSSI, angkat bicara mengenai kegagalan tim nasional. Menurut mantan Ketua PSSI ini, dualisme kompetisi menjadi akar permasalahan atas bobroknya prestasi timnas saat ini. Ia mengibaratkan, perjuangan timnas di Piala AFF 2012 sama halnya dengan sebuah negara yang sedang melakukan peperangan.
"Tapi bagaimana kita mau memenangkan peperangan. Kalau peperangan itu juga terjadi di antara kita (dualisme kompetisi). Tanpa adanya persatuan, tidak mungkin kita bisa memenangkan peperangan tersebut," ungkap Agum ketika berbincang-bincang dengan awak media di kediamannya di daerah Panglima Polim, Jakarta Selatan, Ahad (2/12).
Agum sangat berharap dualisme kompetisi di Indonesia dapat segera diakhiri. Menurutnya, kualitas kompetisi sangat menentukan kualitas seorang pesepak bola.
"Kompetisi itu jantung pembinaan. Seorang pemain akan mahir dan besar dari kompetisi. Tapi, kalau kompetisinya terpecah seperti sekarang ini, sangat sulit pula untuk kita menghasilkan tim yang solid," ucapnya.
Selain itu, tambah Agum, dualisme kompetisi telah memenjarakan hak para pemain untuk membela timnas. Maklum, selain Bambang Pamungkas, lima pemain Indonesian Super League lainnya tidak dapat memenuhi panggilan timnas karena takut terkena sanksi dari klub masing-masing.
"Tidak bisa dimungkiri, mereka (pemain ISL) yang dipanggil merupakan pemain yang telah memiliki pengalaman berlaga dengan timnas. Saya pun yakin sebetulnya mereka memiliki keinginan besar membela Indonesia. Dualisme harus segera diakhiri," tegasnya.
TANGGAPAN TAUFIK (GELANDANG TIMNAS)
Gelandang tim nasional, Taufik kepada Tribunnews mengatakan dirinya masih kecewa dengan kekalahan atas Malaysia. Menurut Taufik, dia dan rekan-rekan setim seharusnya bisa mengalahkan Malaysia jika mengacu pada permainan yang mereka tunjukkan ketika itu.
“Sayang sekali. Padahal sedikit kami lagi bisa mengalahkan Malaysia,” ujar pemain Persebaya itu.
TANGGAPAN NIL MAIZAR (PELATIH TIMNAS)
“Membentuk tim tidak mudah, itu butuh proses. Buat saya, anak-anak sudah maksimal dan sesuai dengan kemampuan yang sudah diberikan. Mereka sudah berjuang hingga akhir. Mudah-mudahan dengan potensi yang ada manajemen bisa berbuat lebih untuk ke depannya,” ujar mantan pelatih Semen Padang itu kepada Tribun.
Kekalahan ini memang sangat amat disayangkan. Bangsa Indonesia merindukan kejayaan persepakbolaan nasional yang terus merosot dan dibumbui konflik internal kepengurusan PSSI. Dualisme kepengurusan disebut-sebut sebagai biang keladi kegagalan ini.
Tim nasional Indonesia di Piala AFF 2012 memang disiapkan dengan keterbatasan waktu. Apalagi, sikap KPSI yang sempat enggan melepaskan pemain-pemain terbaik bangsa untuk membela tim nasional Indonesia. Nil Maizar mengharapkan, agar kegagalan seperti ini tidak terulang lagi, tim nasional harus dipersiapkan secara lebih baik, termasuk menyatukan visi demi perkembangan persepakbolaan nasional.
“Mudah-mudahan ke depannya kita satu hati, satu visi, satu perasaan, satu perbuatan, dan satu perkataan untuk sama-sama membangun sepak bola ini,” ucap Nil.
TANGGAPAN ELIE AIBOY (KAPTEN TIMNAS)
Pemain paling senior di tim, Elie Aiboy mengamini pernyataan Nil. Elie mengajak partisipasi semua pihak, terutama pengurus untuk bersama-sama memajukan persepakbolaan nasional.
“Kita harus terima kekalahan ini, kita tidak bisa terus melihat ke belakang, kita harus mengubah sepak bola Indonesia. Karena kekalahan itu harus kita pelajari agar bangsa Indonesia bisa berjaya lagi. Hal yang terpenting adalah sepak bola kita bisa berubah,” ucap pria 33 tahun itu.
TANGGAPAN RAJAGOBAL (PELATIH MALAYSIA)
Pelatih Malaysia Datuk K. Rajagobal menilai timnas Indonesia di Piala AFF 2012 berbeda dengan dua tahun lalu. Namun ia menganggap tim tersebut memiliki masa depan yang baik.
Hal itu dikatakan Rajagobal dalam konferensi pers usai pertandingan Malaysia-Indonesia di Stadion Bukit Jalil, Sabtu (1/12/2012) malam, yang dimenangi tim asuhannya dengan skor 2-0.
"Ini pertandingan yang sulit. Setelah tertinggal 0-2 Indonesia mencoba mengejar untuk mencetak gol. Kami main bagus di babak pertama, tapi di babak kedua saya tetap menyuruh mereka untuk bikin gol lagi," tuturnya.
Namun, sambungnya, ketika permainan sempat menjadi lebih terbuka dan penyerangan Indonesia lebih tajam, ia menginstruksikan Safiq Rahim dkk. untuk bermain lebih tertutup.
Strategi yang diterapkan Rajagobal terbukti berhasil menghentikan Indonesia. Mereka pun lolos ke babak semifinal sebagai runner-up Grup B di bawah Singapura.
Mengomentari tim Indonesia, ia membandingkannya dengan Piala AFF 2010. Kala itu Indonesia dan Malaysia bertarung tiga kali, di babak grup dan final. Kalah 1-5 di partai pertama, "Harimau Malaya" menang 3-0 di final pertama, lalu kalah 1-2 di leg kedua -- dan keluar sebagai juara.
"Indonesia 2010 dan 2012 saya pikirsama. Sebagai tim, sama-sama punya pemain yang bagus. Hanya saja tim ini berbeda. Tapi, berbeda di sini bukan berarti jelek," tukasnya.
"Indonesia versus Malaysia selalu spesial. Mungkin mereka (Indonesia) sedikit tegang. Tapi tim mereka punya masa depan yang bagus," demikian Rajagobal.
'Skuat Garuda' memang tersingkir dari AFF 2012 dan mimpi bertanding di Gelora Bung Karno pun lenyap sudah. Akan tetapi, Nil dan pasukannya mesti paham satu hal: bagi suporter Indonesia, mereka tetap pemenangnya. Ya, mereka yang tetap berusaha menegakkan nama bangsa di Asean di saat beberapa pemain berkualitas dilarang bergabung ke timnas.
Sumber berita: Republika dan Tribunnews
Sumber foto: Republika.co.id
Banyak yang menyebut tim nasional Indonesia tidak pernah belajar dari pengalaman-pengalaman buruk di masa lalu.
Skuat yang dibawa Nil Maizar ke Piala AFF 2012 dituding kurang kompeten. Absennya pemain-pemain bintang yang mayoritas bermain di Liga Super Indonesia di bawah naungan KPSI memperkuat anggapan tersebut.
Patut disayangkan memang, pilihan pemain Nil terbatas. Dia bahkan hanya membawa dua kiper lantaran salah seorang lagi, Syamsidar, tidak diizinkan klub. Kelak, hal ini sempat membuat pusing ketika Endra Prasetya dikartu merah kala melawan Laos. Imbasnya, Cornelis Geddy pun didapuk jadi kiper cadangan dalam laga melawan Singapura.
Seorang pemain memang tidak bisa bermain untuk tim nasional jika tidak mendapatkan izin dari klubnya. Kecuali, laga internasional itu berada dalam agenda FIFA. Sialnya, Piala AFF bukan.
TANGGAPAN AGUM GUMELAR (MANTAN KETUA PSSI)
Agum Gumelar yang mantan Ketua PSSI, angkat bicara mengenai kegagalan tim nasional. Menurut mantan Ketua PSSI ini, dualisme kompetisi menjadi akar permasalahan atas bobroknya prestasi timnas saat ini. Ia mengibaratkan, perjuangan timnas di Piala AFF 2012 sama halnya dengan sebuah negara yang sedang melakukan peperangan.
"Tapi bagaimana kita mau memenangkan peperangan. Kalau peperangan itu juga terjadi di antara kita (dualisme kompetisi). Tanpa adanya persatuan, tidak mungkin kita bisa memenangkan peperangan tersebut," ungkap Agum ketika berbincang-bincang dengan awak media di kediamannya di daerah Panglima Polim, Jakarta Selatan, Ahad (2/12).
Agum sangat berharap dualisme kompetisi di Indonesia dapat segera diakhiri. Menurutnya, kualitas kompetisi sangat menentukan kualitas seorang pesepak bola.
"Kompetisi itu jantung pembinaan. Seorang pemain akan mahir dan besar dari kompetisi. Tapi, kalau kompetisinya terpecah seperti sekarang ini, sangat sulit pula untuk kita menghasilkan tim yang solid," ucapnya.
Selain itu, tambah Agum, dualisme kompetisi telah memenjarakan hak para pemain untuk membela timnas. Maklum, selain Bambang Pamungkas, lima pemain Indonesian Super League lainnya tidak dapat memenuhi panggilan timnas karena takut terkena sanksi dari klub masing-masing.
"Tidak bisa dimungkiri, mereka (pemain ISL) yang dipanggil merupakan pemain yang telah memiliki pengalaman berlaga dengan timnas. Saya pun yakin sebetulnya mereka memiliki keinginan besar membela Indonesia. Dualisme harus segera diakhiri," tegasnya.
TANGGAPAN TAUFIK (GELANDANG TIMNAS)
Gelandang tim nasional, Taufik kepada Tribunnews mengatakan dirinya masih kecewa dengan kekalahan atas Malaysia. Menurut Taufik, dia dan rekan-rekan setim seharusnya bisa mengalahkan Malaysia jika mengacu pada permainan yang mereka tunjukkan ketika itu.
“Sayang sekali. Padahal sedikit kami lagi bisa mengalahkan Malaysia,” ujar pemain Persebaya itu.
TANGGAPAN NIL MAIZAR (PELATIH TIMNAS)
“Membentuk tim tidak mudah, itu butuh proses. Buat saya, anak-anak sudah maksimal dan sesuai dengan kemampuan yang sudah diberikan. Mereka sudah berjuang hingga akhir. Mudah-mudahan dengan potensi yang ada manajemen bisa berbuat lebih untuk ke depannya,” ujar mantan pelatih Semen Padang itu kepada Tribun.
Kekalahan ini memang sangat amat disayangkan. Bangsa Indonesia merindukan kejayaan persepakbolaan nasional yang terus merosot dan dibumbui konflik internal kepengurusan PSSI. Dualisme kepengurusan disebut-sebut sebagai biang keladi kegagalan ini.
Tim nasional Indonesia di Piala AFF 2012 memang disiapkan dengan keterbatasan waktu. Apalagi, sikap KPSI yang sempat enggan melepaskan pemain-pemain terbaik bangsa untuk membela tim nasional Indonesia. Nil Maizar mengharapkan, agar kegagalan seperti ini tidak terulang lagi, tim nasional harus dipersiapkan secara lebih baik, termasuk menyatukan visi demi perkembangan persepakbolaan nasional.
“Mudah-mudahan ke depannya kita satu hati, satu visi, satu perasaan, satu perbuatan, dan satu perkataan untuk sama-sama membangun sepak bola ini,” ucap Nil.
TANGGAPAN ELIE AIBOY (KAPTEN TIMNAS)
Pemain paling senior di tim, Elie Aiboy mengamini pernyataan Nil. Elie mengajak partisipasi semua pihak, terutama pengurus untuk bersama-sama memajukan persepakbolaan nasional.
“Kita harus terima kekalahan ini, kita tidak bisa terus melihat ke belakang, kita harus mengubah sepak bola Indonesia. Karena kekalahan itu harus kita pelajari agar bangsa Indonesia bisa berjaya lagi. Hal yang terpenting adalah sepak bola kita bisa berubah,” ucap pria 33 tahun itu.
TANGGAPAN RAJAGOBAL (PELATIH MALAYSIA)
Pelatih Malaysia Datuk K. Rajagobal menilai timnas Indonesia di Piala AFF 2012 berbeda dengan dua tahun lalu. Namun ia menganggap tim tersebut memiliki masa depan yang baik.
Hal itu dikatakan Rajagobal dalam konferensi pers usai pertandingan Malaysia-Indonesia di Stadion Bukit Jalil, Sabtu (1/12/2012) malam, yang dimenangi tim asuhannya dengan skor 2-0.
"Ini pertandingan yang sulit. Setelah tertinggal 0-2 Indonesia mencoba mengejar untuk mencetak gol. Kami main bagus di babak pertama, tapi di babak kedua saya tetap menyuruh mereka untuk bikin gol lagi," tuturnya.
Namun, sambungnya, ketika permainan sempat menjadi lebih terbuka dan penyerangan Indonesia lebih tajam, ia menginstruksikan Safiq Rahim dkk. untuk bermain lebih tertutup.
Strategi yang diterapkan Rajagobal terbukti berhasil menghentikan Indonesia. Mereka pun lolos ke babak semifinal sebagai runner-up Grup B di bawah Singapura.
Mengomentari tim Indonesia, ia membandingkannya dengan Piala AFF 2010. Kala itu Indonesia dan Malaysia bertarung tiga kali, di babak grup dan final. Kalah 1-5 di partai pertama, "Harimau Malaya" menang 3-0 di final pertama, lalu kalah 1-2 di leg kedua -- dan keluar sebagai juara.
"Indonesia 2010 dan 2012 saya pikirsama. Sebagai tim, sama-sama punya pemain yang bagus. Hanya saja tim ini berbeda. Tapi, berbeda di sini bukan berarti jelek," tukasnya.
"Indonesia versus Malaysia selalu spesial. Mungkin mereka (Indonesia) sedikit tegang. Tapi tim mereka punya masa depan yang bagus," demikian Rajagobal.
'Skuat Garuda' memang tersingkir dari AFF 2012 dan mimpi bertanding di Gelora Bung Karno pun lenyap sudah. Akan tetapi, Nil dan pasukannya mesti paham satu hal: bagi suporter Indonesia, mereka tetap pemenangnya. Ya, mereka yang tetap berusaha menegakkan nama bangsa di Asean di saat beberapa pemain berkualitas dilarang bergabung ke timnas.
Sumber berita: Republika dan Tribunnews
Sumber foto: Republika.co.id
loading...