Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jatim berhasil mengidentifikasi satu dari enam jenazah korban AirAsia QZ8501 yang telah dikirim ke RS Bhayangkara.
Jenazah yang diberi lebel B001 itu ternyata warga Sidoarjo atas nama Hayati Lutfiah Hamid. Hasil ini diumumkan Ketua Tim DVI Polda Jatim, Kombes Pol Budiono, Kamis (1/1/2014) sore.
Penetapan ini setelah tim DVI menyesuaikan data ante mortem (AM) dan post mortem (PM). "Data primer yang diperoleh tim sesuai dengan PM," kata Budi. Selain itu, ada juga ID card atas nama Lutfiah. Saat diperiksa petugas, jenazah masih mengenakan kalung berinisial korban. "Keluarga juga mengakui. Atas dasar itu, kami yakin jenazah sesuai dengan nama korban," tambahnya.
Setelah dipastikan jenazah tersebut Lutfiah, Polda langsung menyerahkan ke keluarga korban. Jenazah Lutfiah yang sehari-hari berprofesi sebagai guru SD tiba di rumah duka di Jalan Nala, Desa Sawotratatap, Kecamatan Gedangan pukul 16.31 WIB.
Ketika jenazah datang hujan yang semula turun deras tiba-tiba berhenti. Tak pelak, sanak saudara langsung menyambut mobil ambulans yang datang. Warga sekitar pun langsung menyerbu untuk ikut menurunkan jenazah.
Jenazah disemayamkan di rumah duka dan di salati secara berjamaah. Setelah itu jenazah dinaikkan ambulans milik Dinas Sosial Kota Surabaya untuk menuju makam yang jaraknya sekitar 300 meter. Warga Sawotratap sendiri menggali makam mulai pagi dan warga terus menunggu.
Sebelumnya, pihak keluarga berkeinginan menguburkan empat anggota keluarganya dalam satu liang lahat jika ditemukan. Namun karena hanya Lutfiah saja yang ditemukan dan tiga anggota keluarga lainnya belum ditemukan, maka Lutfiah yang dimakamkan lebih dulu.
Tiga keluarga yang belum ditemukan adalah Djoko Suseno, suami Lutfiah dan anaknya Naura Qanita Rosada Suseno, serta Soemamik Saerah, ibunda Djoko suseno.
"Berhubung jenazah Mbak Lutfiah yang ditemukan lebih dulu, harus dimakamkan duluan," ujar Mansur, adik ipar Djoko Suseno. Mansur yang juga Kepala SMK Kemala Bhayangkari 1 Medaeng, Waru, mengungkapkan setelah jenazah Lutfiah, pihak keluarga juga masih menunggu kabar tentang nasib tiga anggota keluarga lainnya.
"Sekarang konsentrasi dan mempersiapkan pemakaman lebih dulu," paparnya. Selama ini, Djoko yang menjadi guru olah raga di Madrasah Ibtida'iyah (MI) Darul Ulum Waru bersama istrinya memiliki usaha jual beli mobil.
Bahkan tahun depan Djoko yang memiliki rumah di Jl Ketintang Baru Selatan VB, Surabaya, berencana ke Tanah Suci menunaikan ibadah haji. "Kalau anaknya yang bernama Naura sekolah di MI Darul Ulum. Tentunya keluarga sangat berduka, tapi semua ini sudah menjadi takdir Allah SWT," tambahnya.
Mansur menceritakan, sebenarnya dua anaknya Rizky Ramadan, mahasiswa Unair dan Roby Ardiansyah, mahasiswa ITS juga diajak berlibur ke Singapura oleh Djoko. Keduanya sudah dibelikan tiket, karena keduanya masih ujian semester, akhirnya tidak diizinkan berangkat. "Mereka kan masih ujian. Jadi tidak saya perbolehkan berangkat," kata Mansur.
Agung Wahyu, anak ragil Soemamik Saerah, mengaku tidak ada firasat apa-apa terkait ibunya dan keluarga kakaknya. Hanya saja, saat ibunya akan diantar ke rumah Djoko di Ketintang Baru Selatan sempat berpesan. "Buku surat Yasin yang ada di meja depan kamar ibu jangan dipindah-pindah," kenang Agung saat ditemui di rumah duka Jl Nala, Desa Sawotratap.
Kalimat terakhir itu dikatakan Soemamik saat mengunci pintu rumah untuk menuju rumah Djoko di Ketintang Baru Selatan. Ketika Agung mengantar ke rumah Djoko, Sabtu (27/12/2014), sekitar pukul 18.30 WIB, kondisinya hujan rintik-rintik.
"Malah Mas Djoko ditelepon ibu untuk berangkat ke Ketintang Baru Selatan. Khawatirnya Mas Djoko keluar rumah dan ibu menginap semalam di rumah Mas Djoko," kenang Agung.
Surat Yasin yang masih ada di atas meja depan kamar Soemamik sampai kini masih ada.
Kebiasaan Soemamik setiap usai salat Maghrib selalu membaca Yasin. Selain itu Soemamik juga mengikuti pengajian setiap minggunya. Minggu (28/12) usai Subuh, Djoko, Lutfiah, Naura, dan Soemamik berangkat menuju bandara naik taksi.
"Rencananya ibu diajak berlibur selama empat hari. Dua hari di Singapura dan dua hari di Malaysia," ujar Agung. Soemamik diajak berlibur di dua negara oleh Djoko, sekalian menemani anaknya yang juga liburan sekolah. "Mas Djoko memberi tahu ibu diajak ke Singapura dan Malaysia dua minggu sebelumnya. Katanya untuk menyenangkan orang tua dan anaknya," ucapnya.
Ketika ada kabar pesawat AirAsia hilang kontak sekitar pukul 06.30, Agung mengirim SMS ke ibunya, untuk menanyakan apakah sudah sampai atau belum. Tetapi sampai beberapa menit tak ada jawaban. "Akhirnya saya berusaha menghubungi ponsel Ibu, Mas Joko dan Mbak Lutfiah serta anaknya, tetap tidak bisa. Dari situ saya mulai gopoh," akunya.
Lain lagi cerita salah seorang sahabat almarhumah, Rubi. "Teman saya sempat diajak, Kikin. Fifi (panggilan Lutfiah) bilang mau jalan-jalan ke Singapura, biasanya mereka tahun baruan ke Malang. Tapi katanya mau spesial kali ini," kata Rubi, saat dijumpai di rumah duka, Kamis (1/1/2015).
Menurut Rubi, perjumpaannya dengan Lutfiah pada Oktober lalu menjadi kenangan terakhirnya bersama alumni SMAN 9 Surabaya itu. Ketika itu, Rubi bersama suaminya, Unang Priyatno mendatangi rumah Lutfiah. Unang dan Lutfiah merupakan teman semasa sekolah.
Dalam kunjungan itu, Rubi dan Unang sama-sama mendapat kado dari perjalanan haji Lutfiah dan suaminya, Djoko. Mereka memberikan Unang selembar sajadah yang dibelinya di Mekkah. Unang mengatakan, saat itu, Djoko seolah mengungkapkan pernyataan perpisahan.
"Mas, ini sajadah untuk shalat. Siapa tahu kita enggak akan ketemu lagi, bukan maksud mendahului Tuhan loh ya," ujar Unang menirukan pernyataan Djoko.
Unang pun sempat meminta Djoko yang berprofesi sebagai guru Madrasah Ibtidaiah dan pengusaha jual-beli mobil itu untuk tak berkata aneh-aneh.
Hal yang sama juga dirasakan Rubi yang mendapatkan oleh-oleh air zam-zam dari Lutfiah. Lutfiah, kata Rubi, sempat meminta anaknya, Naura untuk menyajikan air zam-zam kepada Rubi.
"Waktu Naura kasih saya gelas untuk coba air zam-zam, Fifi bilang ke anaknya untuk pakai kerudung. 'Nak, kamu cantik lho pakai kerudung'," kenang Rubi.
Namun, pernyataan sang bunda tak diindahkan Naura yang masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar itu. Saat itu, Naura mengatakan tak mengenakan kerudung karena sedang di rumah.
"Kamu itu pakai kerudung cantik. Mau kapan pakainya? Pas besar? Kalau nanti Mama enggak bisa lihat kamu besar gimana?" ujar Rubi menirukan perkataan Lutfiah.
Pada Minggu (28/12/2014) siang, Unang dan Rubi dikejutkan dengan berita hilangnya AirAsia QZ8501 di perairan Pangkalan Bun. Mereka langsung teringat bahwa Lutfiah dan keluarganya berada dalam pesawat itu. Sehari kemudian, media televisi memberitakan adanya satu mayat yang terapung di perairan dalam kondisi tak bernyawa.
"Ternyata itu Fifi, teman SMA kami. Masya Allah saya enggak pernah menyangka seperti ini. Padahal Fifi orangnya baik, ramah," kata Unang.
Pada Kamis kemarin, jenazah Lutfiag yang telah diidentifikasi dimakamkan di TPU Desa Sawotaratap, yang dekat dengan rumah mertuanya, Soemamik. Lutfiah dimakamkan jauh dari rumahnya karena satu keluarganya turut menjadi korban. Rumah yang ditempati Lutfiah, Djoko, dan Naura kosong.
Tribunnews